Kamis, 26 Oktober 2023

CAHAYA ILMU

 

 

Anjuran Mencari Ilmu

 

ANJURAN MENCARI ILMU, BELAJAR DAN MENGAJARKANNYA SERTA KEUTAMAAN ILMU, ORANG ‘ALIM DAN ORANG YANG BELAJAR
Rosulullah Saw bersabda, “Apabila Allah menghendaki kebaikan kepada seseorang, maka Dia akan memberikan kepahaman agama kepadanya." (HR. Bukhari dan Muslim)

Rosulullah Saw bersabda, “Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim, dan orang yang meletakkan ilmu pada selain yang ahlinya bagaikan menggantungkan permata mutiara dan emas pada babi hutan." (HR. Ibnu Majah dan lainnya)

Mencari ilmu itu wajib bagi setiap orang Islam, pria maupun wanita. Kewajibannya tidak terbatas pada masa remaja, tetapi sampai tua pun kewajiban mencari ilmu tidak pernah berhenti.

Dalam kitab “Ta’limul Muta’allim" disebutkan bahwa ilmu yang wajib dituntut terlebih dahulu adalah “ilmu Haal" yaitu ilmu yang seketika itu pasti digunakan dan diamalkan bagi setiap orang yang sudah baligh. Seperti ilmu Tauhid dan ilmu Fiqih. Di dalam ilmu Tauhid yang harus dipelajari dahulu mengenal ke-Esaan Allah serta sifat-sifat-Nya yang wajib dan muhal, kepercayaan kepada malaikat, kitab-kitab Allah, para Rosul, hari kiamat dan takdir dan buruk adalah dari Allah. Kemudian di dalam ilmu Fiqih yang harus dipelajari berkisar tentang Ubudiyyah dan Muamalah.

Apabila dua bidang ilmu itu telah dikuasai, baru mempelajari ilmu-ilmu lainnya, misalnya ilmu kedokteran, dan ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi manusia.

Kadang-kadang orang lupa dalam mendidik anaknya, sehingga lebih mengutamakan ilmu-ilmu umum daripada ilmu agama. Maka anak menjadi orang yang buta agama dan menyepelekan kewajiban-kewajiban agamanya. Dalam hal ini orang tua perlu sekali memberikan bekal ilmu keagamaan sebelum anaknya mempelajari ilmu-ilmu umum yang beraneka ragam macamnya.

Rosulullah Saw bersabda, “Terhadap orang yang mencari ilmu, malaikat membentangkan sayap-sayapnya untuknya karena rela terhadap apa yang dicari." (HR. Ibnu Asakir)

Rosulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang kedatangan ajal, sedang ia masih menuntut ilmu, maka ia akan bertemu dengan Allah di mana tidak ada jarak antara dia dan antara para nabi kecuali satu derajat kenabian." (HR. Thabrani)

Mencari ilmu adalah amal yang mulia dan terpuji. Khususnya ilmu agama Islam. Sebab, dengan menekuni ilmu-ilmu agama, berarti dia telah merintis jalan untuk mencari ridho Allah. Dengan ilmu itu ia dapat menghindari larangan-larangan Allah dan menjalankan perintah-Nya. Karena itulah para malaikat selalu melindungi orang-orang yang sedang menuntut ilmu. Dan kelak di hadapan Allah mereka mendapat kemuliaan yang hanya terpaut satu derajat dengan para nabi.

Rosulullah Saw bersabda, “Dunia itu dilaknat, dan dilaknat pula apa yang ada di dalamnya kecuali zikir (ingat) kepada Allah beserta apa-apa yang mengikutinya, orang ‘alim dan orang yang belajar." (HR. Turmudzi)

Rosulullah Saw bersabda, “Sedekah yang paling utama adalah orang Islam yang belajar suatu ilmu kemudian diajarkan ilmu itu kepada orang lain." (HR. Ibnu Majah)

Dunia beserta isinya dilaknat oleh Allah kecuali zikir kepada-Nya dan amalan-amalan yang bisa membuat orang ingat kepada-Nya, orang yang berilmu dan orang yang menuntut ilmu. Lebih utama lagi orang yang mau menuntut ilmu kemudian ilmu itu diajarkan kepada orang lain. Inilah sedekah yang paling utama dibanding sedekah harta benda. Mengapa demikian? Karena mengajarkan ilmu, khususnya ilmu agama, berarti menanam amal yang muta’addi (dapat berkembang) yang manfaatnya bukan hanya dikenyam orang yang diajarkan itu sendiri, tetapi dapat dinikmati orang lain.

Rosulullah Saw bersabda, “Ilmu itu lebih utama dari pada ibadah, sedang sebaik- baik agama adalah sifat waro'" (HR. Thabrani)

Waro' ialah menjauhkan diri dari dosa, barang syubhat dan maksiat. Sedang barang syubhat ialah barang yang masih diragukan halal dan haramnya. Hanya orang-orang yang berilmulah kiranya yang dapat menjalankan ibadah dengan baik dan sempurna serta berlaku waro' dalam segala perilakunya.

Abi Umamah berkata, “Ditunjukkan kepada Rosulullah Saw dua orang laki-laki, salah satu dari keduanya ahli ibadah sedang yang lain orang ‘alim." Maka Rosulullah Saw bersabda, “Keutamaan orang ‘alim dibanding dengan orang ahli ibadah seperti keutamaanku terhadap orang yang paling rendah dari kalian. Rosulullah melanjutkan, “Sesungguhnya Allah, malaikat-Nya serta penghuni langit dan bumi hingga semut yang ada di liangnya sampai kepada jenis ikan, semuanya mendo’akan orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia." (HR. Thurmuzdi)

Yang dimaksud orang ‘alim, adalah orang ‘alim yang mau mengamalkan ilmunya, sedang orang yang ahli ibadah, adalah orang yang tekun beribadah tetapi bodoh, jadi orang ‘alim yang mengamalkan ilmunya itu lebih utama dari pada orang bodoh yang ahli ibadah.

Rosulullah Saw bersabda, “Allah tidaklah disembah dengan sesuatu yang lebih utama dari pada kepahaman agama. Dan sungguh satu orang yang paham dalam agama itu lebih berat bagi setan dari pada seribu orang ahli ibadah. Dan setiap sesuatu itu ada tiangnya, sedang tiangnya agama ini adalah fiqih (paham)." (HR. Daruquthni)


Narasumber: Kitab “At-Targhiib Wat-Tarhiib"

Kamis, 19 Oktober 2023

FIQIH IBADAH

 

Konsultasi : Ibadah

Berkurban (1)

 

Assalamualaikum Wr. Wb.

Pak Ustadz, saya mau bertanya tentang wajib korban, karena dari beberapa informasi yang saya terima, malah membuat saya bingung.

Pertanyaan saya : Dalam sebuah keluarga siapakah yang kena wajib korban?

a. apakah hanya kepala rumah tangga saja (bapak yang memberi nafkah bagi keluarga tersebut).

b. atau harus sebanyak jumlah jiwa dalam keluarga tadi yaitu suami, istri dan setiap anak.

c. kalau jawabannya poin a mohon penjelasannya, begitu juga bila jawabannya poin b.

d. berkaitan dengan poin b (bila memang harus seperti itu tentang wajib korban), apakah dalam melaksanakan korban bisa digilir secara bergantian mulai dari suami hingga ke anak? (sesuai dengan kemampuan keuangan). Untuk penjelasannya saya ucapkan terima kasih.


Wassalamu'alaikum Wr. Wb.


Adi Soenarko
Jawab:

Mas Adi, kurban itu hukumnya sunah. Tidak wajib. Kurban disunahkan bagi siapa saja orang muslim, yang mampu, mukallaf (baligh dan berakal), dan tidak dalam keadaan haji.

Dalam prakteknya, kebanyakan yang melaksanakan adalah kepala rumah tangga. Itu karena, kebanyakan, ia yang mempunyai pemasukan keuangan.

Jadi, kalaupun kepala rumah tangganya sudah berkurban, ia tetap disunahkan untuk berkurban mewakili anggota keluarganya.

Tapi itu tak menutup kemungkinan jika si istri, misal, punya uang sendiri untuk membeli kambing, ya silahkan saja. Demikian juga, misalnya ada salah seorang anaknya yang mampu membeli kambing sendiri, ya tak apa-apa.

Kalau misalnya, anggota keluarganya 8 orang, sementara ia baru mampu membeli 2 ekor kambing, ya kurbannya untuk 2 orang dulu. Yang belum kebagian, kurbannya tahun-tahun berikutnya. Bergantian.

Atau, misal saja, keluarganya cuma 3 orang, kaya raya, tiap tahun bisa berkurban, juga tak apa-apa. Mengikuti pendapat yang mengatakan bahwa kurban itu disunahkan tiap tahun.

Bisa juga dalam berkurban, kalau sulit/tidak menemukan kambing, bergabung dengan orang lain untuk membeli sapi. Seekor untuk bertujuh. Jadi, kalau satu ekor kambing itu untuk satu orang, satu ekor sapi untuk 7 orang. Demikian, Wallahua'lam bisshawaab.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Arif Hidayat
pesantrenvirtual.com

Rabu, 18 Oktober 2023

KISAH





Bibit Kebaikan

 

Nabi Musa ‘alaihis salam bermunajat kepada Allah, seraya berkata:

“Ya Allah, sungguh Engkau telah menitahkan makhluk dengan curahan nikmat dan rahmat. Tapi, kelak makhluk bernama manusia Engkau masukkan ke dalam neraka. Mengapa demikian?

Allah segera menurunkan jawaban kepada Musa: “Hai Musa, berdiri dan bangkitlah. Tanamlah tanaman, dan peliharalah dengan baik tanamanmu hingga tiba waktu memetik hasil. Setelah engkau memetik hasil, terus engkau apakan hasil itu?”

Jawab Musa: “Ya Allah, lebih dahulu aku pisahkan, mana yang baik dan mana yang kosong tak berisi. Yang baik aku simpan dan yang kosong aku buang.”

Allah kemudian menegaskan: “Ya Musa, sungguh yang Aku masukkan neraka adalah orang-orang yang sama sekali tidak memiliki kebaikan.”

Musa kembali bertanya: “Ya Allah, siapakah orang-orang yang sama sekali tidak memiliki kebaikan itu?” Jawab Allah: “Mereka adalah orang-orang yang merasa berat mengucapkan kalimah: “Laa Ilaaha Illallaah, Muhammad rasuulullaah.”

Demikian Imam Zahid menceritakan sebuah kisah bersumber dari ayahnya.

Sumber : buku “Muslimah dan Bidadari”, Kh A. Mudjab Mahali
Penerbit: Mitra Pustaka,
ditulis kembali oleh Ade Anita.


sumber : pesantrenonline.com

Sepucuk Nasehat

Sepucuk Nasehat
Nasehatilah diri sebelum usia terlanjur terhenti, karena penyesalan amatlah pahit dan menakutkan